Hukum Menabuh Rebana
Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah
Diantara musibah besar yang melanda kaum muslimin dewasa ini adalah saat alat musik sampai sudah masuk ke masjid-masjid Allah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun.
Untuk menghalalkan perbuatan haram tersebut maka mereka menyebutnya dengan seni islami, musik islami, budaya islami, nasyid islami, dan seabrek istilah syubhat lainnya. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.
Perkara ini semakin bertambah rusaknya tatkala justru yang diamalkan itu adalah ritual bid'ah. Bid'ah ditambah alat musik. Lengkaplah sudah bid'ah plus maksiat. Lebih memprihatinkan lagi, model begini oleh terutama kalangan Shufi dijadikan ibadah yang terkadang sampai tingkat mabuk, seperti habis minum ekstasi.
Di sini kami ingin menyebutkan salah satu fatwa Ulama besar dari Madzhab Syafi’i, yakni Imam Jalaludin As Suyuthi rahimahullah. Beliau Ulama bereputasi dunia -dari kalangan Ulama Syafi’iyyah- yang anak kecil kalangan kaum muslimin pun tahu reputasi dahsyat beliau. Salah satu kitabnya yang amat legendaris adalah Jami’us Shaghir. Ada puluhan kitab beliau lainnya yang sangat bermutu. Namun di sini bukan tempat yang tepat untuk menyebutkannya. Dikarenakan kaum muslimin di Indonesia ini pada umumnya mengaku sebagai penganut Madzhab Syafi’i, maka tak mengapa saya menyebutkan salah satu fatwa dari Imam besar kalangan Syafi’iyyah ini, dengan harap dapat lebih dipertimbangkan oleh mereka yang selama ini mendakwahkan bermadzhab Syafi'i.
Hukum menabuh rebana
Inilah teks Fatwa Imam Jalaludin As Suyuthi rahimahullah mengenai hukum di atas:
ومن ذلك الرقص، والغناء في المساجد، وضرب الدف أو الرباب، أو غير ذلك من آلات الطرب. فمن فعل ذلك في المسجد، فهو مبتدع، ضال، مستحق للطرد والضرب, لأنه استخف بما أمر الله بتعظيمه، قال الله تعالى: في بيوت أذن الله أن ترفع أي تعظم ويذكر فيها اسمه، أي يتلى فيها كتابه. وبيوت الله هي المساجد,
"Diantaranya (perkara bid’ah lagi munkar -pent) adalah menari dan menyanyi di dalam masjid. Menabuh duff (sejenis rebana) atau ar rubab (sejenis alat musik), atau selain itu dari jenis alat-alat musik (dalam masjid). Maka, barangsiapa yang melakukan itu di masjid maka dia mubtadi (pelaku bid’ah sesat) dan sangat patut baginya diusir dan dipukul. Karena dia meremehkan perintah Allah untuk memuliakan masjid. (Sebagaimana) yang Allah Firmankan -dalam QS. An Nur: 36-: “Bertasbih kepada Allah di rumah-rumah-Nya (masjid) yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya, yakni agar diagungkan rumah-rumah Allah itu". Dan maksud ayat "dan agar disebut di dalamnya nama-Nya", maksudnya agar dibacakan ayat-ayat Allah (Al Qur’an), dan "rumah-rumah Allah" itu maksudnya masjid.
وقد أمر الله بتعظيمها، وصيانتها عن الأقذار، والأوساخ، والصبيان، والمخاط، والثوم، والبصل، وإنشاد الشعر فيها، والغناء والرقص, فمن غنى فيها أو رقص فهو مبتدع، ضال مضل، مستحق للعقوبة
Dan Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk memuliakannya, menjaganya dari kotoran, najis, anak-anak kecil, ludah, (aroma) bawang putih maupun bawang merah, aneka nasyid, syair-syairan, nyanyian, dan tarian. Dan barangsiapa yang bernyanyi di dalamnya (masjid) atau menari, maka dia adalah pelaku bid'ah, sesat lagi menyesatkan, dan dia berhak mendapatkan hukuman". (Al ‘Amru bil Ittibaa’ wan Nahyu ‘anil Ibtidaa’ hal.30).
Lantas bagaimana dengan yang dilakukan kalangan Shufi terutama di zaman kita ini yang bahkan sampai level histeris bernyanyi, berjoget, diselingi alunan musik dan mereka menganggapnya sebagai ibadah?
Semoga Allah memberikan petunjuk kepada mereka, atau kalau tidak mau juga bertaubat, semoga Allah menghancurkan gembong bid'ah yang mempelopori perbuatan munkar ini.
Catatan tambahan dari kami (penyusun risalah ini):
1) Duff dalam definisi yang disampaikan oleh Ulama besar lainnya dari kalangan Madzhab Syafi’i pula yakni Ibnu Hajar Al ‘Ashqalani rahimahullah:
الدف الذي لا جلاجل فيه فإن كانت فيه جلاجل فهو المزهر
“Duff itu yang tidak memiliki jalajil. Jika ada jalajilnya maka itu mizhar". (Fathul Baari II:440).
Maknanya, duff itu satu sisinya ada penutup, sementara sisi lainnya terbuka. Umumnya genjring atau rebana demikian. Tapi intinya bukan itu, mau salah satu sisinya tertutup atau tertutup kedua-duanya, secara umum ini adalah rebana.
2) Duff adalah satu-satunya alat musik yang dibolehkan dalam syari'at khusus untuk kasus dan persyaratan tertentu yang amat ketat.
3) Diantara bolehnya penggunaan duff adalah saat merayakan pernikahan khusus bagi wanita, itupun hanya boleh untuk wanita dan anak-anak.
Ada beberapa lagi tempat untuk bolehnya khusus duff. Namun ini bukan tujuan penulisan utama kami kali ini.
Kami -saat ini- memfokuskan hukum menabuh duff -apalagi alat musik lainnya- di dalam masjid, dan bukan dalam perayaan pernikahan.
Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.
Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah
Diantara musibah besar yang melanda kaum muslimin dewasa ini adalah saat alat musik sampai sudah masuk ke masjid-masjid Allah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun.
Untuk menghalalkan perbuatan haram tersebut maka mereka menyebutnya dengan seni islami, musik islami, budaya islami, nasyid islami, dan seabrek istilah syubhat lainnya. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.
Perkara ini semakin bertambah rusaknya tatkala justru yang diamalkan itu adalah ritual bid'ah. Bid'ah ditambah alat musik. Lengkaplah sudah bid'ah plus maksiat. Lebih memprihatinkan lagi, model begini oleh terutama kalangan Shufi dijadikan ibadah yang terkadang sampai tingkat mabuk, seperti habis minum ekstasi.
Di sini kami ingin menyebutkan salah satu fatwa Ulama besar dari Madzhab Syafi’i, yakni Imam Jalaludin As Suyuthi rahimahullah. Beliau Ulama bereputasi dunia -dari kalangan Ulama Syafi’iyyah- yang anak kecil kalangan kaum muslimin pun tahu reputasi dahsyat beliau. Salah satu kitabnya yang amat legendaris adalah Jami’us Shaghir. Ada puluhan kitab beliau lainnya yang sangat bermutu. Namun di sini bukan tempat yang tepat untuk menyebutkannya. Dikarenakan kaum muslimin di Indonesia ini pada umumnya mengaku sebagai penganut Madzhab Syafi’i, maka tak mengapa saya menyebutkan salah satu fatwa dari Imam besar kalangan Syafi’iyyah ini, dengan harap dapat lebih dipertimbangkan oleh mereka yang selama ini mendakwahkan bermadzhab Syafi'i.
Hukum menabuh rebana
Inilah teks Fatwa Imam Jalaludin As Suyuthi rahimahullah mengenai hukum di atas:
ومن ذلك الرقص، والغناء في المساجد، وضرب الدف أو الرباب، أو غير ذلك من آلات الطرب. فمن فعل ذلك في المسجد، فهو مبتدع، ضال، مستحق للطرد والضرب, لأنه استخف بما أمر الله بتعظيمه، قال الله تعالى: في بيوت أذن الله أن ترفع أي تعظم ويذكر فيها اسمه، أي يتلى فيها كتابه. وبيوت الله هي المساجد,
"Diantaranya (perkara bid’ah lagi munkar -pent) adalah menari dan menyanyi di dalam masjid. Menabuh duff (sejenis rebana) atau ar rubab (sejenis alat musik), atau selain itu dari jenis alat-alat musik (dalam masjid). Maka, barangsiapa yang melakukan itu di masjid maka dia mubtadi (pelaku bid’ah sesat) dan sangat patut baginya diusir dan dipukul. Karena dia meremehkan perintah Allah untuk memuliakan masjid. (Sebagaimana) yang Allah Firmankan -dalam QS. An Nur: 36-: “Bertasbih kepada Allah di rumah-rumah-Nya (masjid) yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya, yakni agar diagungkan rumah-rumah Allah itu". Dan maksud ayat "dan agar disebut di dalamnya nama-Nya", maksudnya agar dibacakan ayat-ayat Allah (Al Qur’an), dan "rumah-rumah Allah" itu maksudnya masjid.
وقد أمر الله بتعظيمها، وصيانتها عن الأقذار، والأوساخ، والصبيان، والمخاط، والثوم، والبصل، وإنشاد الشعر فيها، والغناء والرقص, فمن غنى فيها أو رقص فهو مبتدع، ضال مضل، مستحق للعقوبة
Dan Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk memuliakannya, menjaganya dari kotoran, najis, anak-anak kecil, ludah, (aroma) bawang putih maupun bawang merah, aneka nasyid, syair-syairan, nyanyian, dan tarian. Dan barangsiapa yang bernyanyi di dalamnya (masjid) atau menari, maka dia adalah pelaku bid'ah, sesat lagi menyesatkan, dan dia berhak mendapatkan hukuman". (Al ‘Amru bil Ittibaa’ wan Nahyu ‘anil Ibtidaa’ hal.30).
Lantas bagaimana dengan yang dilakukan kalangan Shufi terutama di zaman kita ini yang bahkan sampai level histeris bernyanyi, berjoget, diselingi alunan musik dan mereka menganggapnya sebagai ibadah?
Semoga Allah memberikan petunjuk kepada mereka, atau kalau tidak mau juga bertaubat, semoga Allah menghancurkan gembong bid'ah yang mempelopori perbuatan munkar ini.
Catatan tambahan dari kami (penyusun risalah ini):
1) Duff dalam definisi yang disampaikan oleh Ulama besar lainnya dari kalangan Madzhab Syafi’i pula yakni Ibnu Hajar Al ‘Ashqalani rahimahullah:
الدف الذي لا جلاجل فيه فإن كانت فيه جلاجل فهو المزهر
“Duff itu yang tidak memiliki jalajil. Jika ada jalajilnya maka itu mizhar". (Fathul Baari II:440).
Maknanya, duff itu satu sisinya ada penutup, sementara sisi lainnya terbuka. Umumnya genjring atau rebana demikian. Tapi intinya bukan itu, mau salah satu sisinya tertutup atau tertutup kedua-duanya, secara umum ini adalah rebana.
2) Duff adalah satu-satunya alat musik yang dibolehkan dalam syari'at khusus untuk kasus dan persyaratan tertentu yang amat ketat.
3) Diantara bolehnya penggunaan duff adalah saat merayakan pernikahan khusus bagi wanita, itupun hanya boleh untuk wanita dan anak-anak.
Ada beberapa lagi tempat untuk bolehnya khusus duff. Namun ini bukan tujuan penulisan utama kami kali ini.
Kami -saat ini- memfokuskan hukum menabuh duff -apalagi alat musik lainnya- di dalam masjid, dan bukan dalam perayaan pernikahan.
Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.
Post a Comment